Banyak organisasi berinvestasi besar dalam teknologi informasi (TI), namun tidak semuanya memperoleh manfaat optimal. Masalahnya bukan semata-mata pada perangkat keras atau lunak, melainkan pada komitmen organisasi yang tercermin dari perilaku dan kedisiplinan dalam penggunaan sistem. Tanpa perubahan perilaku dan budaya kerja yang konsisten, sistem TI hanya akan menjadi “hiasan” yang jarang dimanfaatkan.
Mengapa Behavior dan Kedisiplinan Penting?
1. Kedisiplinan dalam Input Data
Sistem yang canggih tidak berguna jika data yang dimasukkan tidak lengkap atau tidak konsisten. Disiplin karyawan dalam mengisi, memperbarui, dan memvalidasi data adalah kunci agar sistem memberikan output yang akurat.
2. Perilaku Adaptif terhadap Perubahan
Implementasi TI sering memaksa karyawan meninggalkan cara lama yang sudah nyaman. Dibutuhkan perilaku terbuka, mau belajar, dan adaptif terhadap proses kerja baru agar sistem benar-benar digunakan.
3. Kebiasaan Konsisten
Teknologi hanya efektif jika menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari. Jika karyawan hanya menggunakan sistem “ketika diminta”, maka manfaat efisiensi akan hilang. Konsistensi perilaku ini lahir dari kedisiplinan organisasi.
4. Tanggung Jawab Kolektif
Perilaku organisasi tidak hanya ditentukan oleh individu, tetapi juga oleh kultur kerja. Jika budaya kerja mendukung disiplin penggunaan sistem, maka setiap karyawan terdorong untuk patuh.
Contoh Kasus Nyata di Perusahaan
Bayangkan sebuah perusahaan distribusi yang baru saja menerapkan Enterprise Resource Planning (ERP) untuk mengintegrasikan sistem penjualan, gudang, dan keuangan.
Tanpa Disiplin:
Sales hanya mencatat transaksi di buku catatan pribadi, lalu baru memasukkan data ke ERP seminggu kemudian. Bagian gudang tidak mendapatkan update stok secara real time, sehingga sering terjadi kelebihan atau kekurangan barang. Bagian keuangan juga kesulitan menutup laporan bulanan karena data yang masuk tidak sinkron. Akibatnya, meskipun sistem ERP sudah ada, perusahaan tetap kacau dalam pengendalian stok dan arus kas.
Dengan Disiplin dan Perubahan Perilaku:
Manajemen membuat aturan bahwa setiap transaksi harus langsung diinput ke sistem sebelum barang dikirim. Bagian gudang hanya memproses pesanan yang sudah tercatat di ERP. Bagian keuangan mendapatkan data transaksi harian tanpa harus menunggu rekap manual. Setelah enam bulan berjalan, perusahaan mampu mengurangi kesalahan stok hingga 60% dan mempercepat penutupan laporan keuangan dari 10 hari menjadi 3 hari.Kasus ini menunjukkan bahwa bukan sistemnya yang gagal, melainkan perilaku pengguna yang menentukan keberhasilan implementasi.
Strategi Membangun Disiplin dan Perilaku Positif
1. Role Model dari Pimpinan
Pimpinan organisasi harus menunjukkan disiplin dalam menggunakan sistem. Jika pimpinan saja tidak patuh, karyawan akan meniru.
2. Aturan dan SOP yang Tegas
Buat kebijakan yang jelas mengenai kewajiban penggunaan sistem, termasuk standar kedisiplinan dalam input data, pelaporan, hingga evaluasi.
3. Pengawasan dan Reward-Punishment
Disiplin perlu dikawal dengan monitoring. Karyawan yang konsisten bisa diberi apresiasi, sedangkan pelanggaran perlu mendapat tindak lanjut.
4. Pelatihan dan Pembiasaan
Perubahan perilaku tidak instan. Organisasi perlu memberikan pelatihan berulang, simulasi, dan pembiasaan agar penggunaan sistem menjadi rutinitas.
5. Komunikasi Manfaat
Disiplin dan perubahan perilaku akan lebih mudah dijalankan jika karyawan memahami “mengapa” mereka harus menggunakan sistem, bukan sekadar “apa” yang harus dilakukan.
Kesimpulan
Implementasi TI yang sukses bukan hanya soal membeli perangkat atau merancang sistem, tetapi tentang membangun kedisiplinan dan perilaku baru di dalam organisasi. Sistem yang dirancang akan optimal jika setiap individu berkomitmen menggunakan teknologi secara konsisten, akurat, dan sesuai prosedur.
Contoh perusahaan distribusi dengan ERP tadi membuktikan bahwa investasi teknologi hanya akan berhasil jika seluruh lini organisasi mau disiplin dan mengubah perilaku kerja. Dengan komitmen kolektif ini, teknologi informasi bisa benar-benar menjadi motor penggerak transformasi organisasi.